Behaviorism
Theory
Tokoh-tokoh
yang berperan dalam teori behaviorisme yaitu Skinner, Thorndike, Pavlov. Teori
behaviorisme menjelaskan pembelajaran dalam kaitannya dengan lingkungan.
Meskipun teori dari tokoh-tokoh tersebut memiliki karakteristik tersendiri,
namun tokoh behavioris secara umum memandang pembelajaran sebagai sebuah proses
pembentukan asosiasi-asosiasi antara stimulus-stimulus dan respon-respon
(Schunk, 2012: 156).
Papalia
(2010: 43) menyebutkan bahwa behaviorisme merupakan teori pembelajaran yang
menekankan peran lingkungan yang dapat diprediksikan sebagai sebab perilaku
yang teramati. Behavioris meyakini bahwa manusia di semua tingkatan usia
mempelajari dunia dengan cara yang sama dengan yang dilakukan organisme lain,
yaitu dengan bereaksi terhadap kondisi, atau aspek lingkungan mereka, yang
dengannya mereka menemukan kepuasan, kesedihan, atau ancaman. Penelitian
behavioral focus kepada pembelajaran asosiatif, di mana hubungan mental antara
dua peristiwa terbentuk.
Sesuai
dengan teori ini, siswa akan meningkatkan respon yang baik apabila dikondisikan
dengan penguatan (reinforcement).
Alur pikir siswa dalam proses pembelajaran mengarahkan bahwa stimulus yang
diberikan guru akan memberikan respon yang lebih baik dari biasanya apabila
diberi penguat respon. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran seorang guru
selalu mengaktifkan penguatan-penguatan yang dilakukan secara konsisten agar
terjadi perubahan perilaku ataupun peningkatan pengetahuan bagi siswa.
Social Cognitive Theory,
Menurut
Santrock (2012: 30), teori kognitif sosial menyatakan bahwa perilaku,
lingkungan, dan kognisi merupakan faktor penting dalam perkembangan siswa.
Psikolog dari Amerika, Albert Bandura merupakan tokoh utama dari teori kognitif
sosial. Bandura dalam Santrock (2012: 30) menegaskan bahwa proses-proses
kognitif memiliki kaitan penting dengan lingkungan dan perilaku. Fokus utama
dari teori ini yaitu pembelajaran melalui observasi atau observational learning (disebut juga imitation atau modeling),
yaitu pembelajaran dengan menggunakan observasi terhadap hal-hal yang dilakukan
oleh orang lain.
Berdasarkan
teori tersebut dapat terlihat bahwa sesungguhnya siswa mempelajari hal-hal baru
dari proses observasi dalam bentuk imitation
atau modeling. Dari hal tersebut
maka dalam proses pembelajaran seorang guru memfasilitasi siswanya dengan
memberikan contoh-contoh yang baik. Seperti pada penanaman karakter yang baik
pada siswa, seorang guru dapat menampilkan karakter yang baik pada dirinya
sendiri untuk diobservasi siswa. Selain itu juga dapat ditampilkan tokoh-tokoh
berkarakter baik yang dapat diamati dan ditiru oleh siswa.
Cognitive
Information Proccesing,
Santrock
(2012: 29) menyebutkan bahwa teori kognitif pemrosesan informasi mengedepankan
bahwa siswa memanipulasi, memonitor, dan menyusun strategi terhadap
informasi-informasi yang ditemuinya. Teori kognitif pemrosesan informasi serupa
dengan teori Vygotsky. Pada teori ini, siswa secara bertahap mengembangkan
kapasitas untuk memproses informasi, sehingga memungkinkan mereka untuk
memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang kompleks. Robert Siegler dalam
Santrock (2012: 29) memaparkan bahwa ketika siswa menangkap, menuliskan sandi (encoding), menampilkan, menyimpan, dan
mengeluarkan kembali informasi maka mereka sedang berpikir. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa inti teori ini adalah proses memori dan pemikiran.
Meaningful
Learning Theory
Ausubel
dalam Schunk (2012: 306) menyebutkan bahwa belajar menjadi bermakna ketika
materi yang baru memiliki hubungan sistematis dengan konsep-konsep yang relevan
dengan Long Term Memory, yang berarti
materi baru memperluas, memodifikasi, atau mengembangkan informasi dalam
memori. Kebermaknaan juga tergantung pada variabel-variabel personal seperti
usia, latar belakang pengalaman, status sosial-ekonomi, dan latar belakang
pendidikan. Pengalaman-pengalaman yang telah lalu menentukan apakah siswa
merasa pembelajarannya memiliki makna.
Ausubel
mendukung pengajaran deduktif, ide-ide umum diajarkan terlebih dahulu baru
diikuti dengan poin-poin spesifik. Dalam hal ini guru harus membantu siswa
memecah ide-ide menjadi poin-poin yang lebih kecil dan spesifik, dan
menghubungkan ide-ide baru dengan muatan serupa di dalam memori.
Developmental
Approach
Developmental Approach
dapat diartikan dengan pendekatan yang disesuaikan dengan perkembangan manusia.
Dalam hal ini dapat dikaitkan dengan teori-teori perkembangan manusia. Meece
dalam Schunk (2012: 611) mengidentifikasikan teori perkembangan menjadi lima
kelas teori utama yaitu biologi, psikoanalitik, perilaku (behavior), kognitif,
dan kontekstual.
·
Teori biologi
Pada teori biologi memandang
individu berjalan melalui urutan tahapan yang tidak bervariasi. Perkembangan
dipandang ditentukan oleh faktor genetik, sehingga komponen kemajuan tahapan
ditentukan oleh genetik. Dari hal ini memberi pandangan bahwa siswa dapat
memahami suatu perhitungan dikarenakan bawaan lahir. Inteligensi merupakan
bawaan dari lahir.
·
Teori Psikoanalitik
Pada teori psikoanalitik,
perkembangan menampilkan serangkaian perubahan di dalam kepribadian yang dibawa
oleh pemenuh kebutuhan. Tahapan memiliki sifat yang berbeda secara kualitatif.
Dua pencetus teori psikoanalitik terkenal adalah Sigmund Freud dan Erik
Erikson. Pandangan Freud, apabila kebutuhan untuk memperoleh kepuasan kurang
terpenuhi atau terlalu terpenuhi, individu akan mengalami fiksasi atau terkunci
di tahap perkembangan itu. Tahap perkembangan Freud terdiri dari tahap oral,
anal, falik, laten dan genital. Seperti halnya Freud, Erikson menyatakan bahwa
individu melalui tahap-tahap perkembangan yang saling terpisah dan berlaku
universal. Teori Erikson mencakup delapan tahap perkembangan manusia.Delapan
tahapan tersebut yaitu kepercayaan versus ketidakpercayaan, otonomi versus rasa
malu dan ragu-ragu, prakarsa versus rasa bersalah, semangat versus rasa rendah
diri, identitas versus kebingungan identitas, keakraban versus keterkucilan,
generativitas versus stagnasi, dan integritas versus keputusasaan.
Schunk (2012: 612)
menyebutkan bahwa teori psikoanalitik menekankan peran faktor pembawaan dalam
perkembangan. Kebutuhan merupakan pembawaan dari perkembangan manusia dan
pembelajaran dalam perkembangan dibutuhkan untuk membantu pemenuhan kebutuhan.
·
Teori perilaku atau behavior
Teori perilaku atau behavior
berbeda dengan teori biologis dan psikoanalitik yang menekankan pada bawaan.
Pada teori ini perubahan utama dari perkembangan terjadi sebagai akibat dari
pengkondisian. Teori ini juga menekankan bahwa perubahan utama dalam perilaku
berasal dari lingkungan, yang memberikan stimulus yang direspon anak dan
pelaksanaan dan hukuman sebagai konsekuensi tindakan mereka.
·
Teori kognitif
Teori kognitif dimulai oleh
penelitian Piaget di awal tahun 1960-an. Schunk (2012: 613) memaparkan bahwa
teori kognitif memberi pengaruh dalam bidang perkembangan manusia. Teori
kognitif bersifat konstruktif. Teori ini mendalilkan bahwa pemahaman tidaklah otomatis.
Dalam teori ini memiliki anggapan bahwa siswa menerima informasi dan
memformulasikan pengetahuan mereka. Pendukung teori kognitif adalah teori
Piaget, Vygotski, teori pemrosesan informasi ( Santrock, 2012: 27). Santrok
(2012: 27) memaparkan bahwa teori Piaget menyatakan bahwa anak-anak secara
aktif membangun pemahaman mereka mengenai dunia dan melalui empat tahap
perkembangan kognitif yang terdiri dari tahap sensorimotor, tahap praoperasi,
tahap operasional konkret, tahap operasional formal. Kemudian teori Vygotski
menitikberatkan atau memfokuskan bagaimana budaya dan interaksi sosial
mengarahkan perkembangan kognitif. Dan teori pemrosesan informasi mengedepankan
bahwa individu memanipulasi, memonitor, dan menyusun strategi terhadap informasi-informasi
yang ditemuinya.
·
Teori kontekstual
Schunk (2012: 614) menjelaskan bahwa
dalam teori ini menyoroti peran yang dimainkan faktor sosial dan budaya. Model
kontekstual terkenal diformulasikan oleh Bronfenbrenner, yang mendalilkan bahwa
dunia social anak dapat dikonsepkan sebagai satu set lingkaran konsentris.
Bronfenbrenner dalam Papalia (2010 : 53) mengidentifikasikan lima system
kontekstual yang saling berkaitan, mulai dari yang paling dekat hingga yang
paling luas yaitu microsystem,
mesosystem, exosystem, makrosystem, dan kronosystem.
Mikrosistem merupakan istilah Bronfenbrenner untuk tata situasi tempat anak
berinteraksi dengan yang lain dalam keadaan bertatap muka dan terjadi dalam keseharian.
Mesosistem adalah istilah untuk keterhubungan antara dua atau lebih
mikrosistem. Exosistem adalah istilah untuk hubungan antara dua atau lebih tata
situasi, dan salah satunya tidak mengandung anak yang sedang berkembang.
Makrosistem adalah istilah untuk keseluruhan pola kultural masyarakat. Dan
kronosistem adalah istilah terhadap efek waktu dalam sistem perkembangan lain.
Bronfenbenner dalam Papalia (2010: 55) memandang bahwa seseorang
bukansemata-mata hasil dari perkembangan tetapi juga pebentuk perkembangan.
Manusia memberi dampak pada perkembangannya sendiri melalui karakteristik
biologis dan psikologis, bakat dan keterampilan, kecacatan serta temperamen.
Dari
paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan perkembangan mengedepankan
fase perkembangan siswa. Sehingga proses pembelajaran menyesuaikan dengan fase
perkembangan siswa.
Social
Formation Theory
Teori
ini dapat diartikan menjadi teori formasi sosial. Teori ini memberikan
pandangan bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan
sosial maupun fisik. Tokoh teori ini adalah Vygotski.
Interaksi
sosial dipelajari anak dari orang yang kemampuan intelektualnya di atas
kemampuan siswa. Guru berperan sebagai pengarah dan pemandu kegiatan siswa dan
mendorong siswa yang mampu untuk bekerja mandiri.
Pembelajaran
berdasarkan scaffolding yaitu
memberikan keterampilan yang penting untuk pemecahan masalah secara mandiri
seperti berdiskusi dengan siswa, praktek langsung dan memberikan penguatan.
Guru yang memberikan bantuan penuh secara bertahap justru akan mengurangi
pemahaman siswa.
Zone of proximal development (ZPD)
adalah wilayah di mana anak mampu untuk belajar dengan bantuan orang yang
kompeten. Area ini berada antara kemampuan anak belajar sendiri dan apa yang
masih mampu diupayakannya dengan bantuan orang lain.
Representation
and Discovery Learning
Sugihartono
(2013: 111) menyebutkan bahwa Jerome Brunner mempelopori pendekatan penemuan (discovery). Menurut Brunner, belajar
adalah proses yang bersifat aktif terkait dengan ide Discovery Learning yaitu siswa berinteraksi dengan lingkungannya
melalui eksplorasi dan manipulasi obyek, membuat pertanyaan dan
menyelenggarakan eksperimen. Teori ini menyatakan bahwa cara terbaik bagi
seseorang untuk memulai belajar konsep dan prinsip dalam siswa adalah dengan
mengkonstruksi sendiri konsep dan prinsip yang dipelajari itu. Hal ini perlu
dibiasakan sejak anak-anak masih kecil.
Brunner
mengemukakan bahwa proses belajar lebih ditentukan oleh cara mengatur materi
pelajaran dan bukan ditentukan oleh umur seseorang seperti yang dikemukakan
Piaget. Brunner menjelaskan perkembangan dalam tiga tahap, yaitu:
1. Enaktif
(0-3 tahun), yaitu pemahaman anak dicapai melalui eksplorasi dirinya sendiri
dan manipulasi fisik-motorik melalui pengalaman sensori.
2. Ikonik
(3-8 tahun), anak menyadari sesuatu ada secara mandiri melalui gambar yang
konkret bukan yang abstrak.
3. Simbolik
(>8 tahun), anak sudah memahami simbol-simbol dan konsep seperti bahasa dan
angka sebagai representasi simbol.
Constructivist
Approach
Schunk
(2012: 580) menyebutkan bahwa pakar-pakar konstruktivis terkemuka mengasumsikan
bahwa siswa menyusun pengetahuan dan cara untuk mendapatkan pengetahuan dan
menerapkannya. Kaum konstruktivis memandang pengaturan-diri pada siswa
bersandar pada asumsi tertentu. Asumsi-asumsi tersebut yaitu:
·
Ada sebuah motivasi intrinsik untuk mencari
informasi
·
Pemahaman melampaui informasi yang diberikan
·
Representasi mental berubah seiring
perkembangan
·
Ada perbaikan progresif dalam tingkatan
pemahaman
·
Ada hambatan perkembangan dalam pembelajaran
·
Refleksi dan rekonstruksi merangsang
pembelajaran
Adanya
pendekatan kontruktivis melibatkan koordinasi fungsi mental, seperti memori,
perencanaan, evaluasi, dan sintesis. Siswa menggunakan alat dalam budaya
mereka, misalnya bahasa dan simbol, untuk menyusun makna isi dan situasi. Melalui
pendekatan ini mereka menyusun sendiri dan mengatur sendiri pengetahuan dari
lingkungan mereka, kemudian mereka mengubah dan mengadaptasinya untuk digunakan
bagi pengetahuan baru yang dibangun oleh mereka sendiri.
Social
Approach
Pendekatan
sosial merupakan pendekatan yang menekankan interaksi dengan lingkungan. Pendekatan
sosial dapat dikaitkan dengan teori-teori yang mengedepankan konteks sosial seperti
teori dari Bandura, dan Vygotski.
Melalui
pendekatan sosial seorang guru mengedepankan interaksi sosial lingkungan pada
pembelajaran. Sesuai teori Bandura, siswa siswa belajar dengan cara
mengobservasi dan mengimitasi model, yang mereka lakukan dengan melihat orang
lain. Vygotski memandang bahwa sumber pikiran siswa terdapat pada proses
social. Menurut Vigotski dalam Papalia (2010: 56) menyebutkan bahwa orang dewasa
atau teman sebaya maupun teman yang lebih tua dapat membantu mengarahkan dan
mengorganisasi proses pembelajaran anak sebelum anak mampu menguasainya dan
menginternalisasinya. Oleh karena itu dalam pembelajaran seorang guru harus
dapat menjadi fasilitator yang baik dan juga menjadi model yang baik. Bimbingan
dari guru ini sangat efektif dalam membantu anak untuk melewati zone of
proximal development (ZPD), kesenjangan antara apa yang telah dapat mereka
lakukan sendiri dan apa yang belum dapat dilakukan seorang diri oleh siswa.
Technological
Approach
Pendekatan
berbasis teknologi merupakan proses pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi
untuk membelajarkan siswa. Pendekatan ini menjadi pilihan guru untuk melayani
keragaman kecerdasan yang dimiliki siswa dan juga gaya belajar siswa. Horward
Gardner menyatakan ada delapan kecerdasan, yaitu kecerdasan bahasa, kecerdasan
logika matematika, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal,
kecerdasan visual dan kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetik, serta
kecerdasan naturalis. Selain keragaman dan kemajemukan kecerdasan, siswa juga
memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Ada tiga macam gaya belajar yaitu gaya
belajar visual, audio, dan kinestetik.
Untuk
memfasilitasi keberagaman kecerdasan dan gaya belajar siswa, seorang guru harus
memilih pendekatan yang dapat mencakup seluruh kebutuhan tersebut. Adanya
perkembangan teknologi menjadi salah satu alternatif pendekatan dalam
pembelajaran. Pendekatan berbasis teknologi merupakan inovasi dari pengembangan
sebuah konsep dalam bidang ilmiah untuk menjelaskan sifat dan tingkat perubahan
teknologi.
Hubungan berbagai macam teori dengan
Alur Belajar Siswa
Belajar
merupakan perubahan tingkah laku siswa. Kegiatan belajar memberikan dampak
perubahan ke arah yang lebih baik bagi diri siswa. Proses pembelajaran dengan
memberdayakan siswa akan menjadikan pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Pembelajaran
bermakna bagi siswa merupakan pembelajaran yang membekas pada ingatan siswa
dalam ingatan yang lama. Seorang guru dapat memfasilitasi dengan cara melihat
cara belajar siswa, dan menggunakan pendekatan-pendekatan yang tepat.
Pendekatan perkembangan digunakan untuk mengimbangi tingkat kematangan
perkembangan siswa. Pendekatan dalam proses pembelajaran disesuaikan dengan
karakteristik siswa yang muncul di setiap fase perkembangan. Pembelajaran
discovery, pendekatan kontruktivis, dan pendekatan teknologi digunakan guru
dalam membelajarkan siswa untuk mencapai pembelajaran yang bermakna.
Pembelajaran bermakna ini awalnya dimulai dengan memperhatikan teori behavior
yang mengedepankan mengenai perilaku atau respon siswa. Seorang guru harus
dapat memprediksi perubahan perilaku siswa atau respon siswa. Setelah itu guru
juga harus dapat memahami bahwa sebenarnya siswa itu belajar dari kegiatannya
dalam mengobservasi atau mengamati ke lingkungan sekitar. Proses ini berkaitan
dengan teori social, baik kognitif sosial maupun formasi sosial. Dari hal ini
seorang guru harus dapat memanipulasi lingkungan belajar siswa, sehingga proses
imitasi akan memberikan dampak perubahan perilaku yang lebih baik. Selain itu
dengan mengaktifkan pendampingan dan tutor sebaya dapat memaksimalkan ZPD yang
dimiliki siswa. Setelah itu seorang guru juga harus bisamemahami teori tentang
pemrosesan informasi. Sehingga guru dapat memaksimalkan siswa dalam memproses
pengetahuan yang diperolehnya. Siswa dapat menyusun strategi yang baik dalam
memanipulasi dan memproses informasi baru menjadi sebuah pengetahuan. Menurut
saya itu semua adalah pengelolaan dari seorang guru dalam membangun Learning
Trajectory dan menerapkan Teaching Trajectory sehingga siswa dapat
terfasilitasi. Dan segala kebutuhan siswa terpenuhi. Selain itu kompetensi
siswa secara keseluruhan dapat berkembang secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Papalia, Diane E., et al. (2010). Human Development Psikologi Perkembangan (9th
ed). Terjemahan A. K, Anwar. Jakarta: Kencana.
Santrock, John W. (2012). Life-Span
Development Perkembangan Masa Hidup (Edisi Ketigabelas Jilid I). (Terjemahan
Benedictine Widyasinta). Jakarta: Erlangga.
Schunk, Dale H. (2012). Learning Theories An Educational Perspective (Edisi Keenam).
(Terjemahan Eva Hamdiah, Rahmat Fajar). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugihartono, dkk. (2013). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY
Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar