Oleh Ratna Winahyu Hadiyanti
NIM. 14712251007
Pendidikan
Dasar Konsentrasi Praktisi
Pembelajaran Matematika
Realistik adalah sebuah pendekatan belajar matematika yang dikembangkan sejak
tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht
University di Negeri Belanda. Pendekatan ini didasarkan pada anggapan Hans
Freudenthal (1905-1990) bahwa matematika adalah kegiatan manusia (Bobby Riana).
Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat memindahkan matematika
dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep
matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Dunia nyata digunakan sebagai
titik awal pembelajaran matematika. Untuk menekankan bahwa proses lebih penting
daripada hasil, dalam pendekatan matematika realistik digunakan istilah matematisasi,
yaitu proses mematematikakan dunia nyata (Sudharta dalam Bobby Riana).
Pendidikan Matematika
Realistik berdasarkan ide bahwa mathematics
as human activity dan mathematics must be connected to reality, sehingga
pembelajaran matematika diharapkan bertolak dari masalah-masalah kontekstual.
Teori ini telah diadopsi dan diadaptasi oleh banyak negara oleh banyak negara
maju seperti Inggris, Jerman, Denmark, Spanyol, Portugal, Afrika Selatan,
Brazil, USA, dan Jepang.
Selanjutnya dalam Bobby
Riana disebutkan dua pandangan penting Freudenthal
tentang Pendidikan Matematika Realistik adalah:
1. Mathematics as human activity,
sehingga siswa harus diberi kesempatan untuk melakukan aktivitas matematisasi
pada semua topik dalam matematika.
2. Mathematics must be connected to reality,
sehingga matematika harus dekat dengan siswa dan harus dikaitkan dengan
kehidupan sehari-hari.
Ida Nurmila Isandespha
(2013: 72) memaparkan bahwa pendidikan matematika realistik mengajak anak
belajar matematika melalui lingkungannya, sehingga dengan pengalaman yang
dimiliki anak ini pembelajaran matematika menjadi menyenangkan dan bermakna.
Dengan pembelajaran yang menyenangkan maka sikap siswa terhadap matematika akan
menjadi lebih positif dan motivasi belajar pun akan terbangun dengan sendirinya.
Menurut Gravemeijer dalam
Ida Nurmila Isandespha (2013: 72), PMR memiliki lima karakteristik pembelajaran
matematika yaitu:
1. Penggunaan
konteks; proses pembelajaran diawali dengan keterlibatan siswa dalam pemecahan
masalah kontekstual.
2. Instrumen
vertikal; konsep atau ide matematika direkonstruksikan oleh siswa melalui
model-model instrumen vertikal, yang bergerak dari prosedur informal ke bentuk
formal.
3. Kontribusi
siswa; siswa aktif mengkonstruksi bahan matematika berdasarkan fasilitas dengan
lingkungan belajar yang disediakan guru.
4. Kegiatan
interaktif; kegiatan belajar bersifat interaktif, yang mungkin terjadi
komunikasi dan negosiasi antarsiswa.
5. Keterkaitan
topik; pembelajaran suatu bahan matematika terkait dengan berbagai topik matematika
secara terintegrasi.
Berikut ini ditampilkan
deskripsi dan iceberg proses
pembelajaran menentukan kelipatan bilangan pada kelas IV Sekolah Dasar.
Materi ini berada pada
Kompetensi Dasar 3.4 Memahami faktor dan kelipatan bilangan serta bilangan
prima.
Langkah-langkah mulai dari
matematika konkret hingga matematika formal adalah sebagai berikut:
1.
Matematika
konkret
Tanya
jawab sekitar menabung dan siswa memberi contoh mengenai menabung serta hal-hal
yang berkaitan dengan kegiatan menabung.
2.
Model
konkret
Siswa
melakukan simulasi menabung di bank secara berkelompok.
3.
Model
formal
Diskusi
kelompok dengan mendata kelipatan hasil tabungan.
4.
Matematika
formal
Pada level ini siswa
membangun konsep tentang pengertian kelipatan suatu bilangan.
Referensi:
1. Bobby
Riana. Pembelajaran Matematika Realistik. https://www.academia.edu/7382779/Pembelajaran_Matematika_Realistik
2. Ida Nurmila
Isandespha, Suwarjo. (2013). Implementasi PMRI Asesmen Portofolio untuk
Meningkatkan Sikap Positif terhadap Matematika dan Motovasi Belajar. Jurnal Prima Edukasia, Volume 1 – Nomor1,
2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar